Sudah Dilamar tapi Dibatalkan Sepihak, Bisakah Menggugat?

 Sudah Dilamar tapi Dibatalkan Sepihak, Bisakah Menggugat?


Baru-baru ini, sosial media heboh dengan berita gagalnya pernikahan selebgram Awkarin dengan Gangga. Hubungan kedua pasangan ini dikabarkan telah kandas meskipun sudah bertunangan pada 2021. Kasus batal menikah tidak jarang terjadi di masyarakat. Banyak yang sudah dilamar tapi dibatalkan sepihak oleh pasangannya tanpa penjelasan apapun meskipun sudah membayar gedung dan berbagai macam kebutuhan acara.

Sobat Perqara penasaran tidak apakah kasus ini merupakan sebuah perkara yang bisa dibawa ke meja hijau? Apakah ada hukum yang mengatur pembatalan lamaran yang dilakukan secara sepihak? Sebelum membahas lebih lanjut tentang topik ini, Sobat Perqara perlu mengetahui bahwa Undang-Undang menyebut Pernikahan sebagai Perkawinan yang menurut KBBI memiliki makna yang sama.

Dasar Hukum Lamaran di Indonesia

Undang-Undang Perkawinan

Sebenarnya, Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur secara tegas mengenai lamaran maupun pembatalan lamaran. Apabila meninjau Pasal 2 UU Perkawinan yang berbunyi:

  1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
  2. Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Artinya, pernikahan dapat sah apabila dicatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam hal ini, lamaran tidak disamakan atau diartikan sebagai perkawinan serta juga tidak diatur di UU Perkawinan, dengan demikian peraturan ini tidak berlaku untuk lamaran.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”)

Dalam lamaran, biasanya ada sebuah janji yang diberikan oleh salah satu pihak, yaitu janji untuk menikahi pasangannya. Dalam KUHPerdata, janji untuk menikahi ini tidak menimbulkan hak untuk menuntut ke Hakim, sesuai dengan Pasal 58 KUHPerdata yang berbunyi:

Janji-janji kawin tidak menimbulkan hak guna menuntut dimuka Hakim akan berlangsungnya perkawinan, pun tidak guna menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga akibat kecederaan yang dilakukan terhadapnya; segala persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal.

Putusan No. 45/Pdt.G/2019/PN SNG menjelaskan bahwa pertunangan timbul setelah ada persetujuan antara kedua belah pihak untuk mengadakan perkawinan. Persetujuan ini dicapai oleh kedua belah pihak setelah melakukan lamaran. Ada pertimbangan atau permintaan yang dikemukakan oleh pihak laki-laki dan perempuan. 

Meskipun prosesi lamaran dan tunangan pada putusan ini berbeda, tak jarang masyarakat melangsungkan pertunangan dan lamaran dalam satu prosesi/secara bersamaan.

Apakah Lamaran sama dengan Pernikahan?

Tidak sedikit masyarakat yang memaknai sama antara lamaran dan pernikahan. Mereka beranggapan bahwa dengan lamaran maka sudah melangsungkan pernikahan. Namun, sebenarnya perlu diketahui bahwa kedua hal ini sangat berbeda. Biasanya, lamaran dilakukan sebelum melangsungkan pernikahan yaitu dengan menanyakan kesediaan ke pihak perempuan untuk ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Adapun hal-hal yang membedakan antara seserahan lamaran dengan pernikahan, yaitu:

  1. Pencatatan Administratif 

Ketika ingin melangsungkan pernikahan, kedua belah pihak perlu mendaftarkan pernikahan mereka. Non-Muslim dapat mengurus ke Kantor Pencatatan Sipil dan bagi yang Muslim dapat mengurus ke Kantor Urusan Agama (KUA). 

Sedangkan untuk lamaran, tidak ada yang perlu dilapor, karena lamaran hanya berupa kesediaan pihak perempuan dan janji untuk ke jenjang lebih serius, yaitu pernikahan. Sehingga keabsahan pernikahan tidak berdasarkan lamaran atau tidak, karena keabsahan pernikahan berdasarkan pencatatan administratif sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan.

  1. Mahar

Dalam pernikahan umat Muslim, ada mahar/seserahan yang wajib yaitu seperangkat alat shalat. Mahar ini hanya akan ada di pernikahan saja, tidak ada di lamaran. Mahar ini merupakan simbol untuk pasangan suami istri yang akan hidup bersama sampai nanti di surga. Pemberian mahar ini tidak ada di lamaran karena proses lamaran belum menandakan adanya ikatan yang sesungguhnya.

  1. Mas Kawin

Mas kawin adalah simbol hadiah dari pihak laki-laki kepada perempuan yang diberikan ketika pernikahan. Mas kawin bisa bermacam-macam, seperti uang, perhiasan, hingga emas batangan. Pemberian mas kawin bisa saja diberikan untuk lamaran, tetapi tidak disebut sebagai mas kawin, melainkan hanya sebagai seserahan biasa saja. Meskipun sudah memberikan mas kawin saat lamaran, mempelai lelaki tetap harus memberikan mas kawin yang baru, agar bisa disebut sebagai mas kawin untuk pernikahan.  

  1. Jenis Makanan

Pada saat lamaran, makanan yang dijadikan seserahan bisa apa saja atau berupa jajanan pasar. Adapun pada saat pernikahan, makanan yang disajikan biasanya berupa makanan adat masing-masing pihak. Makanan adat ini bukan tanpa sebab diberikan, namun ada makna, seperti roti buaya sebagai seserahan pernikahan adat betawi yang bermakna kemapanan dan kesetiaan.

  1. Daun Suruh Ayu

Daun Suruh Ayu merupakan seserahan yang ada pada saat pernikahan, sementara pada lamaran tidak perlu ada, karena prosesi lamaran hanya menyatakan kesiapan. Lambang seserahan Daun Suruh Ayu yaitu agar pengantin terhindar dari bahaya dan dapat hidup bahagia.

Konsekuensi Hukum jika Membatalkan Lamaran Sepihak

Tidak ada konsekuensi hukum jika ada pihak yang membatalkan pernikahan. UU Perkawinan tidak mengatur mengenai lamaran ataupun pembatalan lamaran. Sementara KHI mengatur bahwa pembatalan lamaran tidak akan menimbulkan akibat hukum apa pun bagi kedua belah pihak. 

Berhubungan dengan janji nikah, Pasal 58 KUHPerdata menyatakan bahwa apabila sudah ada pemberitahuan nikah kepada Pegawai Catatan Sipil serta diumumkan secara umum, maka pihak yang membatalkan dapat digugat untuk menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga, berdasarkan atas kerugian nyata yang kiranya telah diderita oleh pihak lainnya.

Studi Kasus

Ada beberapa kasus seputar pembatalan lamaran sepihak yang pernah menjadi sengketa di persidangan perkara perdata, salah satunya di Subang dalam Putusan No. 45/Pdt.G/2019/PN SNG. 

Secara singkat, Penggugat (perempuan) dan Tergugat (laki-laki) telah melangsungkan lamaran (pertunangan) dan Tergugat berjanji untuk menikahinya. Seminggu setelah lamaran (pertunangan), Penggugat dan keluarganya mendatangi Tergugat untuk memperjelas tanggal pernikahan, tetapi Tergugat memutuskan hubungan pertunangan dan membatalkan janji untuk menikahinya. Atas kejadian tersebut, Penggugat melayangkan gugatan kepada Tergugat. 

Hakim melihat perbuatan Tergugat yang memutuskan dan membatalkan janji menikahi Penggugat secara sepihak tidak dapat dibenarkan karena telah melanggar norma kepatutan, hak subjektif Penggugat dan norma kesusilaan. Hal ini dapat dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata dan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum apabila dikaitkan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 3191 K/Pdt/1984 dan Nomor 3277.

K/Pdt/2000. Atas pertimbangan Hakim, Tergugat dinyatakan melakukan Perbuatan Melanggar Hukum, dan meminta Tergugat membayar biaya materil berupa ganti rugi atas acara lamaran sebesar Rp. 81.310.000,- ; kerugian immateril sebesar Rp.100.000.000,-; serta menghukum Tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp.498.500,-

Berdasarkan permasalahan ini, jika ditinjau dalam Putusan No. 45/Pdt.G/2019/PN SNG, maka gugatan terhadap pembatalan lamaran secara sepihak memungkinkan untuk dilakukan. Gugatan didasarkan atas pemutusan lamaran dan ingkar janji pihak satu untuk menikahi pihak yang lain. 

Maksud dari “memungkinkan” di sini bahwa untuk bisa menggugat, kita harus terlebih dahulu mengidentifikasi permasalahan ke dalam unsur-unsur pasal yang ingin digunakan. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ada keterkaitan antara kedua hal tersebut atau tidak.

KONSULTASI PERKARA LITIGASI DAN NON LITIGASI, PIDANA MAUPUN PERDATA
call atau wa : 081270411044

email  ardap139@gmail.com

Comments

Popular posts from this blog

3 Cara Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Indonesia

JIKA JUAL BELI TANAH HANYA DENGAN KWITANSI